Sembilan dari sepuluh wanita muslimah di Belanda memilih sendiri apakah mau berjilbab. Demikian hasil anket yang digelar terkait penerbitan majalah Hoofdboek. Salah satu perempuan tersebut adalah wartawan Belanda berdarah Maroko, Boutaine Azzabi.
Koleksi besar jilbab milik Azzabi bervariasi dari tradisional hingga trendy dan bewarna-warni. Dalam majalah Hoofdboek, Azzabi memamerkan 100 foto bergambarkan jilbab dan menceritakan kisah di balik setiap foto itu.
LEBIH DARI 100
Sama seperti orang yang ketagihan baju atau tas, ternyata orang juga bisa ketagihan jilbab. Jan Knaap, pengambil inisiatif Hoofdboek mengetahui hal itu dari pengalaman sendiri.
“Saya pernah punya seorang babysit Maroko yang berjilbab. Dia memiliki beragam jilbab. Saya penasaran berapa banyak jilbab yang dimiliki”. Ternyata dia menyimpan lebih dari 50 jilbab di lemarinya. Knaap mengajukan pertanyaan sama kepada wanita-wanita pelayan pasar swalayan. Mereka kadangkala memiliki lebih dari seratus jilbab.
“Jumlah jilbab yang dimiliki wanita muslimah ternyata lebih banyak daripada yang disangka rata-rata orang Belanda. Itu membuat saya berpikir. Terutama karena teman-teman dan kenalan saya menyangka para perempuan itu hanya memiliki empat atau lima jilbab.
Paling banyak satu untuk setiap hari. Jadi ada pendirian berat-sebelah seputar jilbab. Jilbab dianggap lambang penindasan. Proyek ini dimaksud untuk mengubah pandangan masyarakat,” katanya kepada situs radio Belanda, RNW.
DEBAT JILBAB
Hingga sekarang, jilbab masih sering menimbulkan diskusi di Belanda. Bolehkah seorang perempuan ditolak pekerjaan karena berjilbab? Bolehkan seorang gadis mengenakan jilbab di sekolah? Partai anti-Islam PVV bahkan ingin mengenakan pajak terhadap orang yang berjilbab.
Enam dari sepuluh muslimah Belanda berusia antara 15 hingga 35 tahun mengenakan jilbab. Kebanyakan perempuan, secara sadar memilih berjilbab atau tidak. Itu pada umumnya dilakukan pada usia kira-kira 19 tahun.
Dalam menentukan pilihan apakah akan berjilbab atau tidak, pengaruh si ibu terbatas. Di separuh keluarga muslim, di mana sang ibu berjilbab, putrinya pun mengikuti contohnya.
Para putri ini membuat pilihan berbeda: ada yang memakainya, ada yang tidak.
FASHION
Jan Knaap melihat bahwa kaum muslimah sangat antusias tentang ide membuat majalah tentang jilbab. Tapi pada akhirnya mereka menolak bekerja sama dan tidak mau berpose.
Namun Bouaine Azzibi tetap bergabung. Ia menampilkan seluruh koleksi yang dimiliki, lengkap dengan kisah di baliknya.
Jilbab adalah tanda identitas atau religi. Selain itu juga asesoris mode yang tidak selalu murah. Juga rumah mode terkenal seperti Chanel dan Gucci menemukan pasar itu dan telah mengeluarkan jilbab haute couture – Jilbab jahitan kelas tinggi.
sumber poskota
No comments:
Post a Comment