Rumah Sakit Lebih Pentingkan Bisnis ( Kacau ! )

Sekitar pukul 21.00 WIB, kami membawa ayah kami ke Rumah Sakit Santosa di Jalan Kebonjati. Sesampainya di UGD RS Santosa, ayah kami langsung ditangani dokter jaga UGD. Sementara itu, saya mengisi form dengan lengkap termasuk nomor telefon yang dapat dihubungi.



Sekitar pukul 21.30 WIB, dokter di UGD memberikan informasi bahwa kondisi ayah kami kritis dan perlu perawatan di ruangan HCU (high care unit). Kami menuju ke bagian pendaftaran dan diharuskan menyimpan jaminan Rp 10 juta. Karena saat itu kami tidak bawa uang sebesar itu, kami meminta keringanan mengenai uang jaminan tersebut.


Tetapi, jawaban dari bagian pendaftaran tidak ada keringanan dan kami dianjurkan untuk menanyakan kembali ke dokter UGD mengenai bisa tidaknya ayah kami dirawat di ruangan biasa supaya jaminannya tidak terlalu besar. Kami bolak-balik ke UGD dan pendaftaran sementara waktu terus berjalan.


Seiring dengan berjalannya waktu, kondisi ayah kami terus menurun dan oleh dokter UGD yang tadinya harus ke ruangan HCU menjadi dirujuk ke ruangan ICU (intensif care unit) dengan biaya jaminan Rp 20 juta. Dokter dan bagian pendaftaran ruangan menerangkan kenapa jaminannya harus sebesar itu dan kami mengerti mengenai masalah tersebut.


Namun, karena saat itu uang yang kami bawa tidak banyak, kami meminta keringanan agar ayah kami bisa dirawat terlebih dahulu sedangkan uang jaminan akan kami usahakan menyusul, karena untuk mendapatkan uang Rp 20 juta tidak mudah dan memerlukan waktu apalagi saat itu sudah pukul 22.00 WIB. Kami meminta keringanan uang jaminan tersebut karena kami punya barang yang dapat dijual tetapi membutuhkan waktu untuk menjualnya. Tetapi, jawaban bagian pendaftaran tetap tidak bisa.


Atas persetujuan keluarga, akhirnya ayah kami dialihkan ke RSHS. Sekitar pukul 2.15 WIB ketika masih ditangani oleh bagian UGD RSHS, ayah kami meninggal dan saat itu juga jenazah kami bawa pulang. Pada pukul 6.24 WIB ketika mau memandikan jenazah petugas dari RS Santosa, yang sejak semalam terus menelefon untuk menagih biaya perawatan, kembali menelefon untuk menagih biaya perawatan.


Pada saat itu saya tegaskan bahwa utang tersebut akan saya bayar tetapi tidak saat itu. Pada pukul 11.22 WIB mereka kembali menelefon untuk menagih, dan saya jawab saat ini kondisi keluarga sedang berkabung dan sedang membereskan segala hal yang berhubungan dengan almarhum. Saya janjikan paling telat seminggu ke depan.


Yang perlu ditegaskan di sini apabila pihak RS Santosa membaca Surat Pembaca ini, saya selaku penanggung jawab (isi formulir) mengerti bahwa umur manusia ada di tangan Allah SWT dan saya akan membayar seluruh biaya obat dan tindakan yang dikeluarkan selama ayah saya di UGD RS Santosa. Yang menjadi pertanyaan buat saya adalah ternyata RS Santosa sebuah rumah sakit yang bertaraf internasional yang seharusnya mendahulukan nilai kemanusiaan ternyata lebih mementingkan bisnis (keuntungan/uang) dibandingkan dengan nyawa manusia karena nyawa ayah saya hanya dihargai Rp 20 juta oleh pihak rumah sakit.


Kalau kondisinya seperti itu, kenapa di pintu masuk tidak dipasang tulisan "Orang tidak punya uang (miskin) dilarang berobat ke sini karena biayanya mahal". Demikian unek-unek dari saya, sekali lagi saya ucapkan terima kasih kepada Redaksi Pikiran Rakyat atas dimuatnya Surat Pembaca ini.


Supriatna

Jln. Trs. PSM No. 16

RT 06 RW 04

Bandung 40285

Telf. 022-7334223/08122487087

Surat Pembaca Koran Pikiran Rakyat



Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment