Renungan: Niat Seorang Pelacur Tuna Rungu Yang Cantik

 Renungan:

Renungan: Niat Seorang Pelacur Tuna Rungu Yang Cantik
,- Tulisan ini, bukan bermaksud untuk Po*nografi dan Po*noaksi.Tetapi hendaklah dilihat secara obyektif.

Tulisan ini seyogianya bisa dijadikan bahan renungan, bahwa betapa miris dan runtuhnya sendi-sendi kehidupan (moral) bangsa ini. Bagaimana tidak, Anti (nama samaran) seorang wanita muda berkulit putih bersih yang cantik, yang lebih memilukan lagi dia tuna rungu, terpaksa melacur karena tidak ada pekerjaan lain.

Cerita ini dibuat berdasarkan wawancara dengannya, berawal dari pertemuan di halte sebuah jembatan penyeberangan busway di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat tempat dia mangkal di suatu malam pada 4 Juni 2012.

Cerita mengenai kehidupannya didapat dengan berpura-pura "check-in" di sebuah hotel kecil di kawasan Menteng. Dan ia membeberkan kisahnya melalui media ponsel.

Anti saat ini berumur 22 tahun. Dia adalah anak seorang saudagar kelontong di sebuah kota di Pantura Jawa Barat. Secara ekonomi sebenarnya dia tidak berkekurangan karena orang tuanya kaya. Namun karena dia terlahir sebagai tuna rungu, dia sejak kecil hingga berusia 18 tahun dititipkan kepada neneknya. Walaupun dia tuna rungu, dia bisa mengecap pendidikan SMA di sekolah umum dan lulus dengan nilai yang memuaskan beberapa tahun lalu dan sempat mengenyam kuliah di perguruan tinggi swasta ternama di kota B.

Lalu mengapa ia sampai menjadi perempuan malam yang menjajakan dirinya? Semuanya karena salah pacarnya yang menghamili dia dan tidak bertanggung jawab. sebagai anak seorang saudagar kaya, tuna rungu pula hal ini adalah aib yang amat berat apabila diketahui oleh keluarga dan orang sekampung. Oleh karena itu dia tidak melaporkan kasus ini ke Polisi. Hanya neneknya saja yang tahu.

Gara-gara hamil diluar nikah, kuliahnya terpaksa drop out karena malu. Dan dalam kesunyian hidupnya, dia hanya mengandalkan uang kiriman dari orang tuanya dan selalu berdalih sibuk bekerja dan magang di Jakarta apabila orang tuanya menanyakan mengapa dia tidak pulang.

Ia melahirkan bayinya di sebuah Rumah Sakit Ibu dan Anak dengan ditemani neneknya. Namun seminggu setelah kelahiran bayinya, neneknya meninggal dunia. Kematian neneknya amat memukul batinnya. Ia bagai kehilangan pegangan dan tempat berlindung. Hidupnya benar-benar seperti simalakama. Mau pulang dia malu. selain takut ditanya ini-itu, dia pun merasa tidak tega meninggalkan bayinya.

Hingga saat ini, apabila keluarganya menanyakan kabarnya dia selalu menjawab "baik-baik saja". Rahasianya saat ini belum terbongkar karena ia pernah berdalih kepada orang tuanya bahwa sebelum lulus dia sudah ditawari pekerjaan di sebuah kantor di Jakarta jadi karena sudah enak dan terjamin dia tidak melanjutkan kuliahnya. Sebuah alasan yang cerdik.

Saat ini, anaknya sudah berusia 4 tahun. Ia menunjukkan foto anaknya yang dia simpan di dompetnya. Seorang anak perempuan yang manis. Orang tuanya tidak pernah bertemu dengan "cucunya", karena ia selalu sukses "mengungsikan" anaknya bersama babysitternya apabila orangtuanya datang berkunjung.

Sebenarnya, saat ini seharusnya dia tidak melakukan pekerjaan "kotor" ini karena dia sedang menjalin hubungan dengan seorang laki-laki asal Hongkong yang dikenalnya di sebuah tempat hiburan malam. Namun karena kekasihnya ini tidak rutin mengirimkan uang (setiap kali kirim sebesar US$ 700 per bulan) maka dia terpaksa bekerja begini.

Saat ditanyakan kenapa tidak belerja di kafe atau bar saja? Jawabnya, "Tidak bisa, sering ada razia dan teman-teman iri kepada saya (karena saya cantik". Ya, Anti memang cantik walau penampilannya sederhana. "Saya tidak suka tampil berlebihan, mas. Saya lebih suka sederhana". Benar sekali menurut saya. Bagi saya perempuan yang penampilannya sederhana tanpa polesan sana-sini justru malah terlihat aura kecantikan aslinya.


Renungan:  -
Mengenai pernikahan dia tidak tahu bagaimana nantinya, "Kagak tahu. Jalani saja apa adanya karena saya trauma dengan (komitmen) laki-laki". Dan laki-laki Hongkong yang menjadi pacarnya ini, dia mengaku tidak bisa memegang komitmen laki-laki tersebut. "Kalau mas bilang saya matre, terserah mas. Yang penting saya tidak pernah meminta uang ke dia".

Tidak terasa sejam berlalu, "Mas waktunya sudah habis". Ya benar sekali. Sudah satu jam! Dia bersedia untuk difoto asalkan identitasnya disamarkan. "Yakin mas tidak mau main?". Saya jawab tidak usah karena saya bukan laki-laki hidung belang. Dia berterima kasih seraya mengatakan bahwa saya ini adalah satu-satunya tamu yang sopan dan amat menghargai dirinya. Dan dia pun mengembalikan "tarifnya" yang sebenarnya sudah cukup murah sebesar 25% ke saya.

Seraya merapikan pakaiannya dicermin, dia mengetik di HP nya dan menyodorkannya ke saya : "Saya tidak ingin terus-terusan seperti ini. Suatu saat saya pasti akan berhenti sebelum saya berumur 25 tahun".


Renungan:  -
Kenapa tidak sekarang saja? "Saya sedang mengumpulkan modal usaha".
Salut dengan Anti yang tuna rungu ini, bagaimanapun juga sejelek-jeleknya kita memandangnya ternyata dia mempunyai kemauan untuk bertobat. Tidak seperti para wanita lain sejenis ini yang karena "serba enak" mereka keterusan dan susah untuk berhenti dari dunia ini.

"Mas, saya tahu pasti mas memandang rendah saya. Tidak apa-apa mas. Doakan saya. Maaf saya tidak bisa memberitahu nomor HP saya. Terima kasih, mas. Sukses untuk mas. Semoga di lain waktu kita bisa bertemu dalam keadaan yang lebih baik". Demikian tulisnya di layar ponsel androidnya sesaat sebelum saya pulang.

Saya suka kalimat terakhirnya, "Semoga di lain waktu kita bisa bertemu dalam keadaan yang lebih baik". Ini menunjukkan dia amat cerdas dan memang berniat untuk bertobat.

Semoga kisah Anti bisa menginspirasikan "teman-temannya" untuk bertobat.


Doaku bersamamu, Anti, dimanapun kamu berada sekarang

Artikel Terkait Renungan

No comments:

Post a Comment