Tangan Palsu Yang Bisa Merasa

Kabar baik bagi pasien amputasi tangan yang ingin memiliki tangan normal seperti semula. Para peneliti di London melakukan sebuah terobosan dengan membuat tangan palsu yang bisa merasakan sentuhan layaknya tangan sungguhan.

Proyek pembuatan tangan palsu yang diberi nama 'The Smart Hand' ini didanai oleh Eurepean Union dan melibatkan para peneliti dari berbagai benua. Mereka pun berhasil membuat satu prototipe yang menurut mereka memiliki sensorik feedback yang belum pernah ada sebelumnya di dunia.

Fredrik Sebelius dari Lund University Swedia adalah salah seorang peneliti yang turut serta dalam pembuatan "The Smart Hand". Dia berharap agar tangan palsu yang diciptakannya dapat membantu para korban amputasi tangan.

Tangan palsu tersebut bekerja sesuai dengan sisa-sisa saraf yang masih bekerja normal pada pasien amputasi. "Apabila kulit lengan bagian bawah dari orang yang teramputasi di tekan maka mereka akan merasakan tekanan pada jari-jari tangan palsu," ujar Sebelius seperti dilansir CNN, Selasa (10/11/2009).

Tangan palsu akan bergerak dengan mengirim sinyal melalui urat-urat saraf yang tersisa di bagian tangan yang teramputasi untuk mengaktifkan otot-otot agar dapat menggerakkan jari-jari tangan palsu tersebut.

Sinyal yang disebut dengan sinyal myoelectric dari otot-otot tersebut di rekam oleh elektroda yang ditanam di tangan bagian bawah dan di transfer ke motor-motor penggerak di dalam tangan palsu.

Teknik tersebut sebenarnya sudah digunakan sejak lama, namun Sebelius mengklaim bahwa "The Smart Hand" memberikan kontrol yang lebih baik dari sistem-sistem yang pernah ada sebelumnya.

'The Smart Hand' dapat mendeteksi informasi sensorik dan mentransfer ke beberapa jari palsu sekaligus, yang artinya pengguna akan dapat merasakan objek atau benda yang mereka pegang.

"Perbedaan besar antara sistem kita dengan sistem yang pernah ada sebelumnya terletak pada teknologi sensorik feedback," sebut Sebelius.

Walaupun Teknologi neural interface ini telah diujicobakan ke binatang, Sebelius mengatakan ada beberapa masalah yang perlu diteliti sehingga masih memerlukan waktu sebelum teknologi ini dapat dikomersialisasikan untuk manusia.

"Neural interface harus ditanam di dalam tubuh, yang mengakibatkan masalah biocompatibility (kecocokan biologis). Masalah yang sering terjadi adalah penolakan tubuh terhadap alat ini, kemudian biasanya akan muncul dan terbentuk jaringan-jaringan otot di sekitar alat yang membuat alat tidak dapat bekerja dengan baik," tutur Sebelius.

sumber :detik.com

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment