Awas, orang cenderung berbohong kala online

(istimewa)
Orang cenderung berbohong di e-mail atau pesan pendek (SMS) ketimbang ketika bertatap muka secara langsung.

“Bukanlah sesuatu yang baru bahwa kita berbohong. Yang baru adalah bahwa kita lebih sering berbohong saat online,” kata Mattitiyahu Zimbler, mahasiswa pascasarjana dan peneliti senior di University of Massachusetts-Amherst.

Dalam studi yang dilakukannya, peneliti merekrut 220 orang mahasiswa dan meminta mereka untuk berbicara dengan orang lain sesama jenis selama 15 menit, melalui e-mail, SMS, atau tatap muka langsung. Hasil studi ini dipublikasikan di Journal of Applied Social Psychology.

Para partisipan memperkenalkan diri mereka dan peneliti merekam percakapan mereka. Kemudian para peneliti meminta partisipan untuk melihat transkrip percakapan mereka dan memberikan tanda pada bagian di mana mereka berbohong.

Hasilnya, ditemukan bahwa rata-rata partisipan berbohong sekitar 1,5 kali selama percakapan 15 menit tersebut. Kebohongan tersebut cenderung hal-hal kecil atau terjadi karena kelalaian. Seseorang mengatakan, “Saya pendek, nilai lumayan”, daripada mengatakan gagal di dalam kelas. Yang lain mengatakan bahwa mereka “bagus” atau “baik” meskipun yang sebenarnya tidaklah demikian. Seseorang yang lain berujar, "Saya ingin menjadi pramugari," meskipun itu bukanlah yang sebenarnya.

“Orang bicara di e-mail paling banyak berbohong, lewat SMS terbanyak kedua berbohong, dan mereka yang bicara secara langsung, face to face, berbohong paling sedikit,” kata Zimbler seperti dikutip Health Day edisi Sabtu, 19 November 2011.

Ketika dicek lebih lanjut mengenai berapa sering para partisipan berbohong berdasarkan jumlah kata yang mereka ucapkan, para peneliti menemukan bahwa mereka yang berbicara melalui e-mail berbohong lima kali lebih sering ketimbang mereka yang berbicara secara langsung. Sedangkan mereka yang berbicara melalui SMS berbohong tiga kali lebih sering ketimbang yang berbicara secara langsung.

“Semakin jauh jarak antara seseorang yang berkomunikasi satu sama lain, secara fisik maupun psikologis, semakin besar kecenderungan mereka untuk berbohong,” ujar Zimbler. Ia menambahkan bahwa para pengguna e-mail, yang pesannya membutuhkan waktu terlama untuk tiba di tujuan, berbohong paling banyak.

Dibandingkan dengan percakapan secara langsung, “Di e-mail, Anda tak perlu khawatir dengan sikap apa pun sehingga Anda bisa merasa lebih bebas untuk berbohong mengenai perasaan,” kata Zimbler.

Menurut Dana Carney, asisten profesor manajemen di University of California, Berkeley, yang mempelajari mengenai kebohongan, sangat mudah untuk keliru melalui teknologi. "Ketika Anda dekat dengan seseorang, face to face, mereka riil dan hal itu menyulitkan untuk melakukan sesuatu yang buruk, berbohong kepada mereka," ujar dia. “Semakin jauh jarak kita dengan seseorang, semakin kita cenderung untuk membuat keputusan yang rasional.

sumber www.femina.co.id

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment