Detik.com melanggar UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik

Detik.com melanggar UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik ? - Mengacu pada UU Nomor 40 Tahun 1999 tengang pers, maka detik.com merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia atau disebut Pers.

Sebagai Pers tentuntya detik.com dipayungi oleh UU Pers dan detik.com dan lembaga pers lainnya selayaknya jugalah mematuhi dan mentaati kententuan-ketentuan yang diatur pada UU tersebut. Namun sangat disayangkan ternyata detik.com tidak melaksanakan ketentuan tersebut secara baik dan benar.

Pada rubrik kolom di detik.com ada tulisan "Islam, sekulerime dan Indonesia" dimana pada tulisan tersebut telah menilai agama lain dan secara implisit telah merendahkannya. Pada hal pada UU Pers sudah jelas diatur bahwa Pers berkewajiban menjungjung Hak Azasi manusia dan Kebhinekaan yang diatur pada Pasal 5 ayat 1 UU Pers yang berbunyi "Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah"

Selain itu detik.com juga telah melanggar ketentuan Pasal 6 UU Pers, dimana sebagai Pers detik.com mempunyai peranan ;
a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan;
c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar;
d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Dari sisi Kode etik Jurnalistik, detik.com juga telah melanggar ketentuan-ketentuan yang ada yakni :
Pasal 3 : " Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah."
Pasal 8 "Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Bila kita lihat komentar-komentar tanggapan pada tulisan ini, maka sungguh sangat menyedihkan, dimana saling hujat menghujat terjadi antara pembaca. walaupun belum dapat dikatakan representativ mewakili seluruh rakyat namun Hal ini dapat dijadikan sebagi cermin bahwa tulisan-tulisan seperti ini dapat berakibat buruk bagi kehidupan berbangsa dan bernegara republik Indonesia.

Seharusnya detik.com dan media-media lain dapat lebih selektif memuat tulisan-tulisan baik berita, dan opini karena Pers merupakan lembaga publik yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Tulisan ini bukan semata ditujukan kepada detik.com semata, akan tetapi ditujukan kepada semua media Pers baik elektronik dan cetak. semoga bermanfaat bagi kita semua, agar kita kita sebagai masyarakat lebih selektif dan jernih berpikir agar menjadi masyarakat yang arif dan bijaksana.

Artikel Terkait Hukum ,Opini

No comments:

Post a Comment